This is an example of a HTML caption with a link.

Jumat, 02 Juli 2021

OFFENSE AGAINST INTELLECTUAL PROPERTY

 

MAKALAH

ETIKA PROFESI TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

OFFENSE AGAINST INTELLECTUAL PROPERTY


Dibuat Oleh :

Kelompok 15

Kelas : 12.6C.37

 

1.    Dinda Andraeni             : 12182603

2.    Indah Permatasari      : 12182738

3.    Rizki achmad fadilah : 12180062

4.    Amir hasan            : 12181852

5.    Anissa Nazhifah    : 1218140

Sistem Informasi

Universitas Bina Sarana Informatika

2020


KATA PENGANTAR

 

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat, taufik dan hidayah-Nya yang selalu dilimpahkan kepada kita semua, sehingga Makalah ini bisa diselesaikan.

 

Makalah ini disusun untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS) untuk Mata Kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi, dan juga sebagai bahan referensi bagi pembaca dan juga sebagai bahan referensi tambahan bagi penulis sendiri.

 

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing kami Bapak Ibnu Rusdi, M.Kom sebagai Dosen Mata Kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi yang telah memberikan tugas makalah ini.

 

Penulis merasa bahwa Makalah ini masih jauh dari kata sempurna sehingga masih terdapat kekurangan-kekurangan yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu, penulis menerima saran dan kritikan dari pembaca.

 

DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 

1.2. Maksud dan Tujuan

BAB II LANDASAN TEORI 2

2.1. CyberCrime

2.2. Jenis –Jenis Cybercrime

BAB III PEMBAHASAN

3.1. CyberCrime

3.2. Motif CyberCrime

3.3. Faktor Penyebab Munculnya CyberCrime

3.4. Jenis-Jenis CyberCrime

3.5. CyberCrime Di Indonesia

3.6. Contoh Kasus CyberCrime

3.7. Cyberlaw

3.8. Pengertian Kasus Cyberlaw

3.9. Cyberlaw Di Indonesia

4.1. Perangkat Anti Cyberlaw 

BAB    IV PENUTUP

5.1. Kesimpulan

5.2. Saran

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

 

 Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi sehingga semakin memudahkan masyarakat dalam memperoleh informasi di internet. Namun pada era saat ini yang serba digital semakin berkembang pula oknum oknum yang memanfaatkan teknologi sebagai sarana untuk melancarkan aksi kejahatannya untuk kepentingan pribadi bahkan tidak sedikit masyarakat yang menjadi korban dari oknum oknum yang tidak bertanggung jawab.

 

 Banyaknya kejahatan yang memanfaatkan teknologi ini sangat sulit untuk dibendung mengingat hal ini terjadi di dunia maya sehingga peristiwa-peristiwa ini sulit ditinjau oleh pihak berwajib, karena saat ini internet bisa di akses dimana saja, oleh siapa saja bahkan tidak terbatas usia, kemajuan teknologi informasi yang memudahkan kita dalam memperoleh informasi seharusnya tidak dipergunakan sebagai media untuk melancarkan aksi kejahatan yang hanya dilakukan untuk kepentingan pribadi dan merugikan orang lain atau pihak-pihak tertentu, atas dasar ini kami membahas tema ini untuk mengedukasi pada kami semua bahwa banyak sekali hal positive dalam memanfaatkan media internet tanpa harus merugikan hak-hak orang lain

 

 

1.2. Maksud dan Tujuan

 

1.      Untuk menambah ilmu pengetahuan tentang Kejahatan dunia Maya (Cyber Crime ) dan ( Cyberlaw ) Khususnya kejahatan pada Pelanggaran Terhadap Hak Kekayaan Intelektual.

2.      Menambah wawasan  Masyarakat akan Pentingnya karya orang lain.

3.      Menambah wawasan  masyarakat dalam memahami arti dari hak cipta.

4.      Memberikan informasi tentang hak cipta terutama pada diri sendiri dan khususnya masyarakat umum.

 

 

 

 

BAB II

LANDASAN TEORI

 

2.1. CyberCrime

  Cybercrime adalah istilah yang mengacu kepada aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan termasuk ke dalam kejahatan dunia maya antara lain adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu kredit/carding, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dll.

  Menurut brenda nawawi (2001) kejahatan cyber merupakan bentuk fenomena baru dalam tindak kejahatan sebagai dampak langsung dari perkembangan teknologi informasi beberapa sebutan diberikan pada jenis kejahatan baru ini di dalam berbagai tulisan, antara lain: sebagai “ kejahatan dunia maya” (cyberspace/virtual-space offence), dimensi baru dari “hi-tech crime”, dimensi baru dari “transnational crime”, dan dimensi baru dari “white collar crime”.

  Secara hukum di Indonesia pun telah memiliki undang- undang khusus menyangkut kejahatan dunia maya, yaitu undang ITE tahun 2008, yang membahas tentang tata Cara, batasan penggunaan computer dan sangsi yang akan diberikan jika terdapat pelanggaran. Misalnya perbuatan illegal access atau melakukan akses secara tidak sah perbuatan ini sudah diatur dalam pasal 30 undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik disebutkan, bahwa: “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain ayat (1)) dengan cara apapun, (ayat (2)) dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, (ayat (3)) dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol system pengaman

 

 

 

2.2. Jenis –Jenis Cybercrime

Cybercrime pada dasarnya tindak pidana yang berkenaan dengan informasi, sistem informasi  serta sistem komunikasi. Menurut (Sutanto) dalam bukunya tentang cybercrime-motif dan penindakan cybercrime terdiri dari dua jenis, yaitu:

 

a. Kejahatan yang menggunakan teknologi informasi (TI) sebagai fasilitas. Contoh-contoh dari aktivitas cybercrime jenis pertama ini adalah pembajakan (copyright atau hak cipta intelektual, dan lain-lain); pornografi; pemalsuan dan pencurian kartu kredit (carding); penipuan lewat e-mail; penipuan dan pembobolan rekening bank; perjudian on line; terorisme; situs sesat; materi-materi internet yang berkaitan dengan sara (seperti penyebaran kebencian etnik dan ras atau agama); transaksi dan penyebaran obat terlarang; transaksi seks; dan lain-lain

 

b. Kejahatan yang menjadikan sistem dan fasilitas teknologi informasi (ti) sebagai sasaran. Cybercrime jenis ini bukan memanfaatkan komputer dan internet sebagai media atau sarana tindak pidana, melainkan menjadikannya sebagai sasaran. Contoh dari jenis-jenis tindak kejahatannya antara lain pengaksesan ke suatu sistem secara ilegal (hacking), perusakan situs internet dan server data (cracking), serta defecting

 

2.3. Kualifikasi CyberCrime

a. Illegal interception: yaitu sengaja dan tanpa hak mendengar atau menangkap secara diamdiam pengiriman dan pemancaran data komputer yang tidak bersifat publik ke, dari atau di dalam sistem komputer dengan menggunakan alat bantu.

b. Data interference: yaitu sengaja dan tanpa hak melakukan perusakan, penghapusan, perubahan atau penghapusan data komputer.

c. System interference: yaitu sengaja melakukan gangguan atau rintangan serius tanpa hak terhadap berfungsinya sistem komputer.

d. Misuse of devices: penyalahgunaan perlengkapan komputer, termasuk program komputer, password komputer, kode masuk (access code).

e. Computer related forgery: pemalsuan (dengan sengaja dan tanpa hak memasukkan mengubah, menghapus data autentik menjadi tidak autentik dengan maksud digunakan sebagai data autentik)

f. Computer related fraud: penipuan (dengan sengaja dan tanpa hak menyebabkan hilangnya barang/kekayaan orang lain dengan cara memasukkan, mengubah, menghapus data komputer atau dengan mengganggu berfungsinya komputer/sistem komputer, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi bagi dirinya sendiri atau orang lain);

g. Content-related offences: delik-delik yang berhubungan dengan pornografi anak (child pornography);

h. Offences related to infringements of copyright and related rights: delik-delik. Yang terkait dengan pelanggaran hak cipta.

 

 

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

 

3.1. CYBERCRIME

  Cybercrime adalah tindakan pidana kriminal yang dilakukan pada teknologi internet (cyberspace), baik yang menyerang fasilitas umum di dalam cyberspace ataupun kepemilikan pribadi. Secara teknik tindak pidana tersebut dapat dibedakan menjadi off-line crime, semi on line crime, dan cybercrime. Masing-masing memiliki karakteristik tersendiri, namun perbedaan utama antara ketiganya adalah keterhubungan dengan jaringan informasi publik (internet).

 

Cybercrime dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan telekomunikasi. The Prevention of Crime and The Treatment of Offlenderes di Havana, Cuba pada tahun 1999 dan di Wina. Austria tahun 2000. menyebutkan ada 2 istilah yang dikenal:

 

1.Cybercrime dalam arti sempit disebut computer crime, yaitu prilaku ilegal/ melanggar yang secara langsung menyerang sistem keamanan komputer dan/atau data yang diproses oleh komputer.

 

2. Cybercrime dalam arti luas disebut computer related crime, yaitu prilaku ilegal/melanggar yang berkaitan dengan sistem komputer atau jaringan. Dari beberapa pengertian di atas, cybercrime dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai sarana/ alat atau komputer sebagai objek. baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.

 

3.2. MOTIF CYBERCRIME

  Motif pelaku kejahatan di dunia maya (cybercrime) pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu:

1. Motif intelektual, yaitu kejahatan yang dilakukan hanya untuk kepuasan pribadi dan menunjukkan bahwa dirinya telah mampu untuk merekayasa dan mengimplementasikan bidang teknologi informasi, Kejahatan dengan motif ini pada umumnya dilakukan oleh seseorang secara individual.

2. Motif ekonomi, politik, dan kriminal. yaitu kejahatan yang dilakukan untuk keuntung an pribadi atau golongan tertentu yang berdampak pada kerugian secara ekonomi dan politik pada pihak lain. Karena memiliki tujuan yang dapat berdampak besar, kejahatan dengan motif ini pada umumnya dilakukan oleh sebuah korporasi.

 

3.3. FAKTOR PENYEBAB MUNCULNYA CYBERCRIME

  Jika dipandang dari sudut pandang yang lebih luas, latar belakang terjadinya kejahatan di dunia maya ini terbagi menjadi dua faktor penting, yaitu:

1.Faktor Teknis

  Dengan adanya teknologi internet akan menghilangkan batas wilayah negara yang menjadikan dunia ini menjadi begitu dekat dan sempit. Saling terhubungnya antara jaringan yang satu dengan yang lain memudahkan pelaku kejahatan untuk melakukan aksinya. Kemudian, tidak meratanya penyebaran teknologi menjadikan pihak yang satu lebih kuat daripada yang lain.

2. Faktor Sosial ekonomi

  Cybercrime dapat dipandang sebagai produk ekonomi. Isu global yang kemudian dihubungkan dengan kejahatan tersebut adalah keamanan jaringan. Keamanan jaringan merupakan isu global yang muncul bersamaan dengan internet. Sebagai komoditi ekonomi, banyak negara yang tentunya sangat membutuhkan perangkat keamanan jaringan. Melihat kenyataan seperti itu, Cybercrime berada dalam skenerio besar dari kegiatan ekonomi dunia.

 

3.4. Jenis-Jenis CyberCrime

  Pengelompokan jenis-jenis cybercrime dapat dikelompokkan dalam banyak kategori. Bernstein, Bainbridge, Philip Renata, As'ad Yusuf, sampai dengan seorang Roy Suryo pun telah membuat pengelompokkan masing-masing terkait dengan cybercrime ini. Salah satu pemisahan jenis cybercrime yang umum dikenal adalah kategori berdasarkan motif pelakunya:

1. Sebagai tindak kejahatan Murni

  Kejahatan terjadi secara sengaja dan terencana untuk melakukan perusakan, pencurian. tindakan anarkis terhadap sistem informasi atau sistem komputer. (tindak kriminal dan memiliki motif kriminalitas) dan biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Contoh Kasus: Carding, yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Pengirim e-mail anonim yang berisi promosi (spamming).

2. Sebagai tindak kejahatan Abu-abu (tidak jelas)

Kejahatan terjadi terhadap sistem komputer tetapi tidak melakukan perusakan, pencurian, tindakan anarkis terhadap sistem informasi atau sistem komputer. Contoh Kasus: Probing atau Portscanning: yaitu semacam tindakan pengintaian terhadap sistem milik orang lain dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari sistem yang diintai, termasuk sistem operasi yang digunakan, port-port yang ada, baik yang terbuka maupun tertutup dan sebagainya.

 

3.5. CYBERCRIME DI INDONESIA

Ada beberapa fakta kasus cybercrime yang sering terjadi di Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Pencurian Account User Internet

  Merupakan salah satu dari kategori Identity Theft and fraud (pencurian identitas dan penipuan), hal ini dapat terjadi karena pemilik user kurang aware terhadap keamanan di dunia maya, dengan membuat user dan password yang identik atau gampang ditebak memudahkan para pelaku kejahatan dunia maya ini melakukan aksinya.

2. Deface (Membajak situs web)

  Metode kejahatan deface adalah mengubah tampilan website menjadi sesuai keinginan pelaku kejahatan. Bisa menampilkan tulisan-tulisan provokative atau gambar-gambar lucu, Merupakan salah satu jenis kejahatan dunia maya yang paling favorit karena hasil kejahatan dapat dilihat secara langsung oleh masyarakat.

 

3.6. Contoh Kasus CyberCrime

Beberapa Kasus Cybercrime yang terjadi disepanjang tahun 2015 antara lain:

 

1. Software Bajakan

  Software bajakan memang cukup menggoda para pengguna perangkat PC karena harganya yang sangat murah, jauh di bawah banderol software asli berlisensi. Malah kini tak sedikit pula software bajakan yang bisa didapat secara cuma-cuma via internet. Namun dibalik itu semua software bajakan berdampak sangat buruk bagi sistem keamanan komputasi. Presiden Direktur Microsoft Indonesia, Andreas Diantoro menyatakan bahwa 100% software bajakan telah ditanami virus/malware yang sangat berbahaya bagi pengguna. Di tahun 2014 saja, perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik. termasuk Indonesia telah menghabiskan biaya mencapai US$ 230 miliar (sekitar Rp 2.600 triliun) untuk menyelesaikan berbagai masalah keamanan yang disebabkan oleh penggunaan software palsu. Untuk menanggulangi kondisi tersebut, Microsoft Indonesia hari ini, Rabu (17/12/2014), bersama Polda Metro Jaya telah menandatangani MoU (Memorandum of Undestanding) terkait kerjasama memerangi peredaran dan penggunaan software bajakan. Proses penanggulangan peredaran dan penggunaan software bajakan ini berpayung hukum UU Hak Cipta No. 28 tahun 2014 yang baru saja disahkan pada 16 Oktober 2014 kemarin.

3.7. CYBERLAW

  Cybercrime adalah masalah dalam dunia internet yang harus ditangani secara serius. Sebagai kejahatan, penanganan terhadap cybercrime dapat dianalogikan sama dengan dunia nyata, harus dengan hukum legal yang mengatur. Berikut ini ada beberapa Cara Penanganan Cybercrime:

 

1. Dengan Upaya non Hukum

  Adalah segala upaya yang lebih bersifat preventif dan persuasif terhadap para pelaku. korban dan semua pihak yang berpotensi terkait dengan kejahatan dunia maya.

 

2. Dengan Upaya Hukum (Cyberlaw)

  Adalah segala upaya yang bersifat mengikat, lebih banyak memberikan informasi mengenai hukuman dan jenis pelanggaran/ kejahatan dunia maya secara spesifik.

 

3.8. PENGERTIAN CYBERLAW

 

Cyberlaw dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan hukum yang diberlakukan untuk menanggulangi perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan teknologi internet (Cybercrime).

 

3.9. CYBERLAW DI INDONESIA

 

  Sejak satu dekade terakhir Indonesia cukup serius menangani berbagai kasus terkait Cybercrime. Menyusun berbagai rancangan peraturan dan perundang-undangan yang mengatur aktivitas user di dunia maya. Dengan peran aktif pemerintah seperti itu, dapat dikatakan Cyberlaw telah mulai diterapkan dengan baik di Indonesia. Berikut ini adalah beberapa kategori kasus Cybercrime yang telah ditangani dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (Pasal 27 ):

Pasal 27 Illegal Contents

 

       Muatan yang melanggar kesusilaan (Pornograph)

       Muatan perjudian (Computer-related betting)

       Muatan penghinaan dan pencemaran nama baik

       Muatan pemerasan dan ancaman (Extortion and Threats)

 

 

4.0. PERANGKAT ANTI CYBERCRIME

1. Meningkatkan Sistem Pengamanan Jaringan Komputer. Jaringan komputer merupakan gerbang penghubung antara satu sistem komputer ke sistem yang lain. Gerbang ini sangat rentan terhadap serangan, baik berupa denial of service attack atau virus.

 

2. Meningkatkan pemahaman & keahlian Aparatur Penegak Hukum. Aparatur penegak hukum adalah sisi brainware yang memegang peran penting dalam penegakan cyberlaw. dengan kualitas tingkat pemahaman aparat yang baik terhadap cybercrime, diharapkan kejahatan dapat ditekan.

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

 

5.1. KESIMPULAN

 

  Di dunia ini banyak hal yang memiliki dualisme yang kedua sisinya saling berlawanan. Seperti teknologi informasi dan komunikasi, hal ini diyakini sebagai hasil karya cipta peradaban manusia tertinggi pada zaman ini. Namun karena keberadaannya yang bagai memiliki dua mata pisau yang saling berlawanan, satu mata pisau dapat menjadi manfaat bagi banyak orang, sedangkan mata pisau lainnya dapat menjadi sumber kerugian bagi yang lain, banyak pihak yang memilih untuk tidak berinteraksi dengan teknologi informasi dan komunikasi. Sebagai manusia yang beradab, dalam menyikapi dan menggunakan teknologi ini. mestinya kita dapat memilah mana yang baik, benar dan bermanfaat bagi sesama, kemudian mengambilnya sebagai penyambung mata rantai kebaikan terhadap sesama, kita juga mesti pandai melihat mana yang buruk dan merugikan bagi orang lain untuk selanjutnya kita menghindari atau memberantasnya jika hal itu ada di hadapan kita.

 

5.2. SARAN

 

  Cybercrime adalah bentuk kejahatan yang mestinya kita hindari atau kita berantas keberadaannya. Cyberlaw adalah salah satu perangkat yang dipakai oleh suatu negara untuk melawan dan mengendalikan kejahatan dunia maya (cybercrime) khususnya dalam hal kasus cybercrime yang sedang tumbuh di wilayah negara tersebut. Seperti layaknya pelanggar hukum dan penegak hukum.

 

  Demikianlah kata penutup dari penulis, mohon maaf apabila makalah ini masih sangat banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun kata mohon untuk dimaklumi sekian dari penulis terima kasih.